Tampilkan postingan dengan label Presiden. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Presiden. Tampilkan semua postingan

Gendak Kuasa

Add Comment
Tulisan ini berisi sebuah cerpen ngawur tentang sebuah kekuasaan, maka kutulis dengan judul Gendak Kuasa. selamat menikmati...

“Malam ini harus jadi malam terakhir baginya!” dengan kasar dilemparkannya selebaran kertas yang dari tadi dipegangnya erat tepat diwajah Dede. Seakan mengerti dengan kemarahan Amnar Rofiki, Dede segera bergegas memumunguti kertas yang berserakan di lantai.
Kertas-kertas itu bertuliskan hasil survei sementara suatu lembaga independen di dalam kampus tentang pemilihan ketua
Universitas Buana Layakh. Kemenangan yang digambarkan dalam hasil survey itu seakan menyodok muka Amnar Rofiki, sang inkumbent. Dengan modal yang tidak sedikit, tidak mungkin di akan kalah dari Prof. Dr. Mansyur S MBA. Sedari awal perebutan ‘tahta raja’ di kampus kuning itu seharusnya telah dimenangkan oleh Amnar. Tak mungkin Amnar begitu saja melepas jabatan yang sudah ia kuasai semenjak berusia 40 tahun. Hingga umurnya yang hampir mencapai kepala enam, syahwat berkuasa itu masih saja kuat mencengkram benak dan relungnya. 

Universitas Buana Layakh atau sering disebut Ubula adalah salah satu universitas unggulan kota Semarak. Kota yang tidak memiliki kebanggaan kecuali kekumuhunnya. Tidak termasuk kompleks universitas buana layakh. Hidup di kampus ubula laksana tidak menapak di kota Semarak. Semrawutnya kota seakan hany ilusi bagi penghuni kampus kuning. Kemegahannya, kebersihannya, kerindangannya. Semua pernak-pernik yang terkait dengan ubula pasti sebuah harta, bagi penduduk kota semarak. Tak aneh jika banyak yang mengatakan tanpa ubula, semarak pasti bangkrut.
Itulah mengapa Anmar sangat bernafsu untuk terus menduduki kursi empuknya. Setali tiga uang, posisi rektor adalah fasilitas tak terbatas dari kampus ubula. Bagai gula yang dikerubung semut belumlah menggambarkan kondisi riil kampus ubula.
Media daerah, lokal, bahkan internasional tak sekali dua kali meliput carut marutnya suksesi kepemimpinan di ubula. Sangat disayangkan memang. Mengingat ubula di mata dunia temasuk universitas yang sangat diperhitungkan. Berbagai prestasi telah diukir oleh mahasiswa-mahasiswa ubula. Kejuaran robot, kejuaran sains, kejuaran debat bahasa inggris. Secara peringkat pun ubula menempati 100 besar universitas top dunia.
Dede segera meninggalkan ruang pribadi Amnar yang menghembuskan angin amarah yang dihembuskan Amnar. Ruang pribadi amnar ini terletak di ruang rektorat lantai 10. Ambisi telah begitu merajai jiwa raga amnar. Apapun pasti akan dilakukan untuk mempertahankan kedudukannya. Bahkan jika harus dengan melenyapkan nyawa sekalipun. Ah!
Dibawah sebuah mobil chevrolet blazer hitam mengkilat telah siaga. Dede seakan paham dengan keberadaan mobil ini. Dengan segera ia bergegas masuk ke dalam mobil. Tak jelas apa yang dibahas oleh Dede dengan penumpang di dalam blazer itu. Pastinya masih memiliki keterkaitan dengan amarah Amnar atas kekalahan dalam survey sementara oleh salah satu lembaga independen di dalam kampus.
Amnar sadar betul hasil survey itu secara halus menggiring masyarakat kampus untuk tidak memilih dirinya lagi. Dan itu adalah suatu kerugian terbesar. Dan artinya harus ada yang di lakukan oleh Amnar agar hasil survey itu berubah atau kalau memang tidak dapat berubah, kantor survey itu harus segera lenyap dari muka bumi.
****
Dede dengan langkah tergesa memasuki bangunan kecil ukuran tiga kali tiga. Dede tidak sendirian. Di sekeliling bangunan itu beberapa orang berbadan kekar mengepung bangunan itu. Di belakang Dede sendiri dua orang dengn setia mengikuti gerak langkah Dede. Dede yang memiliki nama langkah Dede Suroso sangat mengerti betul apa yang harus dia lakukan menghadapi lawan yang dihadapi kali ini.
Tanpa perintah verbal dari Dede, kedua orang kekar yang mengikuti dede langsung melabrak masuk,
“Mana Agus Pambudi!!!!?”suara lantang salah seoarang pengawal Dede membuat nyali penhuni bangunan itu ciut. Apalagi banyak yang merasa tidak memiliki keterkaitan dengan Agus. Tapi menjawab tidak tahu terhadap Sentot dan gangnya berarti mengingkari keberadaan Gang Sentot. Arti lainnya: bunuh diri.
Sudah menjadi rahasia umum jika di kampus ubula terdapat gang yang menguasai semua wilayah di dalam kampus. Tak peduli fakultasnya, gang ini pasti dapat menundukkan setiap pembesarnya.
Gedung kecil tempat aktivis ideologis berkumpul adalah satu dari beberapa tempat yang tidak dapat dikuasai gang sentot secara menyeluruh. Ibaratnya tubuh boleh terbui tapi hati dan pikiran tak akan pernah mengalah dan menyerah. Gedung itu memiliki nama antik, penjara kebebasan. Ya, ditempat itu para aktivis sering berkumpul meski sering kali mendapat teror dari gang sentot. Di gedung inilah para aktivis dapat membebasliarkan pemikiran dan ideologi yang ingin mereka peluk.
Sentot masih berkacak pinggang menunggu jawaban dari penghuni penjara kebebasan. Tak ada suara, hanya hening. Tanpa babibu diseretlah salah satu dari aktivis yang ada didalam penjara kebebasan. Anak buah sentot pun langsung mengikuti perbuatan sentot. Personel gang sentot yang bertubuh sangat kekar, berjumlah hampir sama dengan aktivis yang kebetulan berada di dalam gedung.
Beberapa aktivis mencoba melawan tapi sia-sia, yang terjadi malah sebaliknya. Mereka yang mencoa melawan langasung terkapar setelah beberapa bunyi gedebuk terdengar.
Gang sentot tidaklah berdiri sendiri. Keberadaannya sangat dilindungi pembesar rektorat. Selain itu keberadaannya juga dilindungi oleh aparat. Itulah sebabnya tak pernah ada usut mengusut kejahatan yang terjadi dan sedang terjadi di dalam kampus ubula.
Simbiosis anata pemimpin kampus dengan gang sentot benar-benar simbiosis mutualisme. Relasi kekuasaan dan paramiliter gadungan ini begitu romantisnya hingga para aktivispun tak mampu melawan. Jangankan melawan, untuk bebas menyebarkan ideologi dan faham lewat media tulis saja sangat sulit. Hanya dunia maya yang setia terhadap kebebasan para aktivis kampus ubula.
Satu persatu para aktivis menghadapi interogasi. Setiap kali jawaban keluar dari mulut salah satu aktivis setiap itu pula tamparan dan pukulan terjadi. Benar-benar pemandangan yang tidak manusiawi.
“Dimana Agus!?”
“...”
“Jawab Anjing!! Lu punya mulut jangan diam, dasar TAI!!”
“Ti..ti..dak tahu, bang!”
Plak! Plak!
Sekali lagi adegan tidak manusiawi itu terhampar.
Tak ada yang mampu menghentikan terjang gang sentot. Di kampus ubula.
Karena memang tidak ada aktivis yang bernama agus pambudi, para aktivis itu menjadi bulan-bulanan gang sentot. Hingga tidak ada lagi aktivis yang mampu berdiri tegar. Semua aktivis terkapar.
***
Agus pambudi bukanlah nama aktivis yang ada di kampus ubula atau nama orang. Nama itu hanyalah nama samaran salah satu program dari para aktivis yaitu survei independen didalam kampus. Dan hasil survey itu telah menyebabkan petinggi incumbent kampus kebakaran jenggot. Hasil survey itu menunjukkan Amnar Rofiki harus berhenti karena tidak ada satu mahasiswapun yang mendukungnya lagi. Tidak ada satupun.
Itulah kenapa ‘beliau’ mengerahkan segala karsa untuk meremukkan setiap upaya menjatuhkan nilainya di mata mahasiswa. Meskipun dia seharusnya sadar bahwa hasil survey itulah kondisi riil di kampus ubula. Tapi apalah arti sebuah survey ketika dia dan antek-anteknya sudah kepalang tanggung dipenuhi oleh keingingan untuk berkuasa.
‘power tend to corrupt, and absolute power corrupt absolutly’ Lord Acton seakan hadir di kampus Ubula dan menelingsupkan kata-kata beliau dalam sanubari setiap mahasiswa Ubula. Lebih-lebih para aktivis penjara kebebasan.
Hari pemilihan tiba. Setelah sebelumnya pihak rektorat menebarkan segala formalitasnya tentang kriteria calon rektor yang akan menempati kursi rektor. Hanya formalitas!
Terbukti tak ada satupun calon yang mendaftar memenuhi persyaratan yang diajukan oleh pihak panitia pemilihan. Hanya amnar Rofiki saja! Sehingga formalitas kriteria calon pendaftar rektor pun di pampang ulang di media-media massa. Untuk membuktikan bahwa pihak panitia penerimaan calon rektor tidaklah main-main. Khususnya di depan khalayak. Tidak di belakang.
Akhirnya hanya incumbent dan Prof. Dr. Mansyur S MBA saja yang berhak mengikuti kontes pemilihan rektor. Itupun dikarenakan desakan-desakan yang terus membesar dari mahasiswa, khususnya dari mahasiswa yang bukan aktivis yang kemudian sadar bahwa ada ketidak beresan yang baru mereka lihat dan rasakan.
“sah!”
Satu suara untuk Prof
“Sah!”
Satu lagi suara milik Prof
“Sah!”
Suara lainnya untuk Prof
***
Beberapa mata nyalang di pojok-pojok tempat pemilihan rektor. Sepasang mata terlihat memerah marah. Siapa lagi kalau bukan milik Amnar Rofiki. Mata-mata nyalang ini tinggal menunggu isyarat dari Amnar untuk bergerak. Memporak-porandakan kegiatan pemilihan.
Satu jam berlalu dari alokasi satu jam setengah pelaksanaan penghitugan suara saja. Dan para pemilih memihak satu suara untuk Prof. Dengan segera mata-mata menyala itu menyebarkan aroma kelam ke seantero ruangan. Satu persatu pemilik mata itu mendekati dewan pembina Ubula yang memiliki kewenangan untuk menentukan apakah seseorang berhak menjadi rektor atau tidak.
Dan....
“para hadirin yang kami hormati...”
“...Demi kelancaran tugas rektorat, dan dengan pertimbangan beberapa hal, maka dengan terpaksa kami memutuskan untuk membatalkan hasil pemilihan karena ada beberapa surat suara yang ternyata tidak sah...”
“...Oleh karena itu, kami memutuskan untuk menetapkan bapak Dr. Amnar Rofiki tetap sebagai rektor Ubula meneruskan tugasnya yang belum selesai...”
Senyum serigala menyeringai di wajah Amnar. Tetesan liurnya membasahi baju kebesaran yang disandangnya. Hanya orang-orang berhati tulus yang dapat melihat betapa dalam mata Amnar, yang ada hanyalah berkuasa dan menguasai. Lain tidak.
Dan hari itu juga, pihak rektorat memutuskan untuk merubuhkan penjara kebebasan demi ‘lancarnya’ tugas rektorat dalam melanjutkan program-program yang sudah dicanangkan dalam beberapa rencana strategisnya.
Kali ini Lord Acton tidak lagi menelingsupkan kata-katanya tentang kekuasaan, beliau hanya mampu melantunkannya bagai sebuah syair...
‘power tend to corrupt, and absolut power corrupt absolutly...’

Semarang, 22 Juni 2009 0025
Untuk penguasa